Pilih Login
Login Dashboard Data Umat

Filosofi Potong Tumpeng Harpar ke-57

Diperbarui: 15 September 2025

Oleh: Agilang Aji Prassojo

Dilihat: 42 kali

Filosofi Potong Tumpeng Harpar ke-57

Perayaan malam puncak hari berparoki St. Maria Blitar yang ke-57 menghadirkan kearifan lokal berupa prosesi pemotongan Tumpeng. Bagi orang jawa, nasi tumpeng bukan hanya sekedar gundukan nasi yang bertabur lauk pauk, melainkan sarat akan makna filosofis yang terkandung di dalamnya.

Tumpeng yang tersaji pada perhelatan ini menghadirkan berbagai macam ubarampe (piranti) yang tersaji pada suatu wadah yang satu. Di Dalamnya terdapat nasi (putih dan kuning) dan 7 konimen lauk.

Makna nasi kuning dan putih yang membentuk kerucut menyerupai bentuk gunung. Bentuk ini merupakan simbol keagungan, kebesaran, dan berkah dari Tuhan sang pencipta alam semesta. Nasi kuning, warnanya melambangkan keemasan, kejayaan, kekayaan, kemakmuran dan nilai moral yang luhur serta rasa syukur atas karunia Tuhan. Sedangkan nasi putih melambangkan kesucian, yang membangun harapan kepada seluruh umat dan para imam di paroki St. Maria Blitar senantiasa dikuduskan dalam Kerahiman Ilahi.

Makna tujuh macam lauk pauk yang tersaji. Angka tujuh dalam bahasa jawa adalah “pitu” yang dimaksudkan sebagai wujud pitulungan sebagai doa mohon pertolongan dari Tuhan sang empunya hidup. Selain itu angka tujuh dalam kitab suci yang bersumber dari budaya yahudi juga merupakan angka kesempurnaan Allah, dengan harapan kita yang tak sempurna ini selalu mendapat uluran tangan-Nya. Lauk pertama yakni telur yang melambangkan awal kehidupan baru yang masih suci serta kebulatan tekad manusia. Kedua, ayam yang melambangkan rasa syukur, keikhlasan berkurban, kepasrahan, dan pengabdian kepada Tuhan. Ketiga, urap-urap yang terdiri dari sayur kangkung simbol rejeki yang linangkung (melimpah), kecambah simbol kesuburan, kacang panjang simbol kehidupan yang panjang. Keempat, Mie melambangkan harapan akan panjang umur dan kesehatan. Kelima, srundeng dari kelapa yang bermakna pemberi manfaat mulai dari akar hingga buahnya. Hal tersebut tentu mengajarkan kepada kita supaya hidup senantiasa menjadi rahmat bagi semua orang dengan semangat pelayanan. Keenam, timun berfungsi sebagai elemen dekorasi yang mempercantik dan memberikan kesegaran dan kesehatan.

Ketujuh, sambal goreng kentang yang terbuat dari aneka rempah yakni bawang merah, bawang putih, cabe, kecap, dan garam yang masing-masing bahan tersebut memiliki cita rasa yang berbeda-beda, tetapi dengan racikan yang pas semua bahan tersebut dapat menghasilkan masakan dengan citarasa yang sangat nikmat dalam kebersatuan. Hal tersebut menggambarkan keberagaman sifat manusia, namun dari perbedaan tersebut bila dikelola dalam hidup di masyarakat, paroki, lingkungan, dan stasi dapat menciptakan keselarasan dan keharmonisan dalam semangat gotong royong yang digiring oleh sang Gembala Baik.

Pemotongan tumpeng dilakukan oleh Romo Stanis, CM selaku pastor kepala paroki St. Maria Blitar yang kemudian diserahkan kepada Romo Vikep, wakil umat dari stasi tertua, dan tokoh umat tertua. Pemberian pertama diserahkan kepada RD. Valentinus Rachmad Djatmiko, Pr selaku wakil dari Keuskupan Surabaya. Pemberian berikutnya diserahkan kepada Bapak Suyoso dari lingkungan St. Catharina Laboure sebagai wakil umat yang juga adalah salah satu umat paling senior se-paroki. Kemudian potongan selanjutnya diberikan kepada Rm. Fransiskus Mistrianto, CM yang juga merayakan pesta ulang tahun Imamat ke-13. Selanjutnya dibagikan lagi kepada Bapak Djohn Dony Prasetyo selaku wakil umat stasi Sumberingin yang adalah stasi tertua, selain itu juga ada beberapa perwakilan umat yang menerima berkat tumpeng tersebut.

Tumpeng tersebut pada akhirnya menjadi simbol syukur dan sukacita serta harapan dalam peziarahan paroki St. Maria. Ducere, Servire, Evangelizar


Oleh: Francisca Budhi Prihatmi