Setiap bulan September, umat Katolik di Indonesia punya tradisi khusus yang sudah akrab di telinga: Bulan Kitab Suci Nasional atau BKSN. Kalau sekarang kita mengenalnya sebagai satu bulan penuh dengan doa, pendalaman, dan berbagai kegiatan Kitab Suci, sebenarnya perayaan ini punya sejarah yang cukup panjang sebelum sampai ke bentuknya yang sekarang.
Ceritanya dimulai dari Konsili Vatikan II pada tahun 1962–1965. Dalam konsili itu, Gereja menekankan kembali bahwa Kitab Suci adalah pusat iman. Dokumen Dei Verbum mengingatkan bahwa Sabda Allah bukan hanya untuk didengarkan di gereja, tapi juga untuk dibaca, direnungkan, dan dijadikan pedoman hidup setiap hari. Dari sinilah muncul dorongan besar agar umat Katolik di seluruh dunia semakin dekat dengan Kitab Suci.
Di Indonesia, semangat ini diteruskan dengan berdirinya Lembaga Biblika Indonesia (LBI) pada tahun 1967. Tugas LBI bukan hanya menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Indonesia, tetapi juga mencari cara supaya umat semakin mencintai firman Tuhan. Lalu pada tahun 1975, umat diajak mengadakan Misa syukur untuk menyambut terbitnya Alkitab lengkap edisi ekumenis. Setahun kemudian, tepatnya 1976, untuk pertama kalinya dirayakan Hari Minggu Kitab Suci Nasional (HMKSN).
Antusiasme umat membuat langkah ini semakin diteguhkan. Pada tahun 1977, Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI, sekarang KWI) resmi menetapkan Minggu pertama bulan September sebagai Hari Minggu Kitab Suci Nasional. Tapi ternyata, satu hari saja dirasa kurang. Sabda Allah terlalu kaya untuk hanya dirayakan dalam sehari. Akhirnya, perayaan ini diperluas menjadi sebulan penuh dan sejak saat itulah lahir Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) yang kita rayakan sampai sekarang.
Jadi, kalau setiap September kita sibuk dengan doa Rosario, pendalaman iman, atau berbagai kegiatan Kitab Suci di paroki, itu semua punya akar sejarah yang panjang. Dari Konsili Vatikan II, karya LBI, hingga keputusan para uskup, semuanya mengarah pada satu tujuan sederhana: supaya umat Katolik makin akrab dengan Sabda Allah dan menjadikannya bagian dari hidup sehari-hari.
Article By : Gita
Source Image : keuskupantanjungkarang.org